Bell’s Palsy
A. Pengertian
Menurut
Wikipedia Bahasa Indonesia, Bell's palsy adalah nama penyakit
yang menyerang saraf
wajah
hingga menyebabkan kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi disfungsi syaraf VII
(syaraf fascialis). Berbeda dengan stroke, kelumpuhan pada sisi wajah ditandai dengan kesulitan menggerakkan
sebagian otot wajah, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa meniup, dsb.
Beberapa ahli menyatakan penyebab Bell's Palsy berupa virus herpes yang
membuat syaraf menjadi bengkak akibat infeksi. Metode pengobatan berupa
obat-obatan jenis steroid dapat mengurangi pembengkakan. Kata Bell's
Palsy diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir Charles Bell, orang
pertama yang menjeliaskan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada
saraf wajah.
Bell’s palsy berbeda dengan stroke, Bell's palsy hanya menyerang satu
sisi wajah, tanpa diikuti kelemahan anggota gerak tubuh lainnya. Sebab, ada
serangan saraf tepi urutan ke-7 (saraf fasial) di antara total 12 pasang saraf
cranial. Dalam kondisi tersebut, terjadi ketidakmampuan mengontrol otot-otot
muka pada sisi yang sakit. Pada stroke, penderitanya mengalami kelumpuhan
separo badan. Hal tersebut disebabkan pembuluh darah pecah atau tersumbat.
B. Penyebab
Saraf ketujuh berfungsi sebagai hear, tear, taste, face. Jadi penderita
Bell's palsy menderita gangguan pendengaran, sekresi kelenjar air mata, pengecapan
dua pertiga lidah depan, dan yang sering adalah kelemahan satu sisi otot muka. Penyebabnya
belum diketahui pasti, namun yang biasanya disalahkan adalah lingkungan dingin,
sering terkena angin malam, terpapar kipas angin dan AC, serta naik motor tanpa
memakai helm. Kondisi dingin diperkirakan membuat pembuluh darah ke saraf
fasialis tersebut menyempit alias vasospasme. Penyempitan itu mengakibatkan
iskemia (berkurangnya suplai oksigen). Akhirnya, terjadi kelumpuhan. Hipotesis
ini dikenal dengan teori iskemik. Selain udara dingin, ketegangan emosional,
terpapar karbondioksida, trauma wajah juga dianggap penyebab iskemik.
Teori kedua mengenai Bell's palsy adalah infeksi virus. Diduga, virus
herpes simpleks tipe1, herpes zoster, virus Epstein Barr, Cytomegalovirus,
serta influenza A dan B berperan dalam merusak jaringan ikat myelin saraf
fasialis. Teori ketiga adalah imunologi. Kelainan saraf ke-7, banyak terjadi
pada orang yang daya tahannya menurun. Misalnya, penderita HIV, penderita
lupus, dan ibu hamil.
Faktanya, penderita Bell's palsy sembuh sendiri. Sekitar 85% menunjukkan
perbaikan dalam tiga minggu. Hanya 15 persen perbaikan terjadi setelah bulan
ke-3-6. Namun, bila lebih dari tiga minggu belum ada perbaikan, biasanya
terjadi kecacatan wajah. Kecacatan bisa berupa crocodile tear phenomenon,
kontraktur, dan kedutan wajah (tic's facialis). Crocodile tear phenomenon atau
fenomena air mata buaya adalah pengeluaran air mata sewaktu penderita mengunyah
makanan. Ini terjadi karena regenerasi serabut saraf yang salah arah.
C. Gejala
Tanda-tanda
umum terserangnya bell’s palsy adalah terjadi asimetri pada wajah, rasa
baal/kebas pada wajah, air mata tidak dapat dikontrol dan sudut mata turun. Selain
itu, gejala yang lainnya yaitu kehilangan refleks konjungtiva sehingga tidak
dapat menutup mata, rasa sakit pada telinga terutama dibawah telinga, tidak
tahan suara keras pada sisi yang terkena, sudut mulut turun, sulit berbicara,
air menetes setelah minum atau setelah membersihkan gigi dan kehilangan rasa
dibagian depan lidah.
D. Pencegahan
1. Jika
berkendaraan motor, gunakan helm full face untuk mencegah angin mengenai wajah
2. Jika
tidur menggunakan kipas angin, jangan arahkan kipas angin tepat didepan wajah.
Jika kipas angin terpasang di atap-atap, jangan tidur tepat dibawahnya.
Usahakan wajah terhindar dari paparan angin, dan selalu gunakan volume terendah
saat pengoperasian.
3. Kalau
kerja lembur, usahakan tidak mandi dengan air dingin di malam hari, selain
tidak baik untuk jantung juga tidak baik untuk syaraf.
4. Bagi
penggemar naik gunung, gunakan masker/penutup wajah dan pelindung mata. Suhu
dingin, angin kencang dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi menyebabkan
anda terserang bell’s palsy.
5. Setelah
berolahraga berat, jangan langsung mandi atau mencuci wajah dengan air dingin.
6. Saat
menjalankan pengobatan, jangan biarkan wajah terkena angin langsung, gunakan
penutup wajah atau kain.
E. Pengobatan
Beberapa
ahli percaya bahwa kortikosteroid(misalnya:prednison)harus diberikan dalam
waktu tidak lebih dari dua hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai
1-2 minggu. Avyclovir dan Valacyclovir
yang merupakan antivirus sering diberikan bersamaan dengan kortikosteroid.
Selain
obat-obatan, pengobatan yang disarankan dokter adalah fisioterapi, dimana wajah
penderita akan dikompres dengan lampu sinar dan diberi kejutan listrik
disekitar wajah. Anda juga bias menggunakan alternative pengobatan lain,
seperti akupuntur. Jangan mencampur
pengobatan fisioterapi dan akupuntur diwaktu yang bersamaan.
Fisioterapi
pada Bell’s Palsy
Salah satu
penanganan atau pengobatan pada Bell Palsy ini adalah
Fisioterapi. Diantara modalitas yang efektif dan sering digunakan antara
lain ; terapi Infra Merah, terapi Ultrasound dan terapi Stimulasi Elektrik.
Pemilihan modalitas yang sesuai tergantung pada pengalaman atau pilihan
fisioterapis yang berpengalaman. Fisioterapi dapat memilih dari sejumlah
modalitas yang tersedia. penanganan fisioterapi di bagi pada 2 tahap.
1. Yang pertama pada Periode Paralisis,
yaitu sesaat setelah terjadi serangan berupa kelumpuhan saraf fasialis :
a. Infra Merah
Infra merah dapat diterapkan untuk
menghangatkan otot dan meningkatkan fungsi, tetapi Anda harus memastikan bahwa
mata dilindungi dengan penutup mata. Waktu penerapan selama 10 sampai 20
menit pada jarak biasanya antara 50 dan 75 cm.
b. Terapi Ultrasound
Terapi
ultrasound diaplikasikan pada batang saraf (nerve trunk) di depan tragus
telinga dan di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula. Tidak ada
rasa takut/khawatir dalam menerapkan terapi ultrasound saat diaplikasikan pada
pasien Bell Palsy. Terapi ultrasound selalu diterapkan pada sisi lesi di
depan tragus telinga & di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula
dimana kelembutan maksimum saraf wajah ditentukan dengan cara palpasi. Hal
ini diterapkan dengan gerakan melingkar yang lambat dengan dosis awal 1 watt
per sentimeter persegi untuk 10 menit. Dosis dapat ditingkatkan pada sesi
berikutnya jika tidak ada peningkatan yang luar biasa dicatat. Perlu
diketahui bahwa gelombang ultrasound tidak dapat melintasi atau menembus
tulang. Itu berarti bahwa ultrasound memiliki penetrasi nol pada
tulang. Secara nyata bahwa gelombang ultrasound terpantul jauh dari
tulang. Jadi tidak ada rasa takut dan khawatir jika terapi ultrasound
diterapkan pada wajah. Penerapan terapi ultrasound pada bell palsy Ini
hanya untuk jenis lesi saraf tepi (Lower Motor Neuron).
c. Stimulasi Elektrik (Electrical
Stimulation)
Satu-satunya
bentuk arus listrik yang digunakan pada wajah adalah arus searah yang
diputus-putus (Interrupted Direct Current) atau disebut juga Arus Galvanic,
apakah itu ada reaksi degenerasi atau tidak ada reaksi. Hal ini diminta
hanya untuk menjaga sebagian besar otot-otot wajah dan mencegah atrofi sambil
menunggu untuk reinnervasi dalam kasus axotomesis atau reconduction setelah
neurapraxia jika saraf tidak rusak sepenuhnya. Tidak ada ruang bagi
penggunaan arus faradik pada wajah karena bisa menyebabkan kontraktur
sekunder pada wajah. Selain itu, sebagian besar pasien merasa tidak mampu
menahan nyeri pada wajah karena stimulasi sensorik yang tidak
nyaman. Hal ini dikarenakan bahwa arus faradic memiliki
frekuensi 50 siklus per detik, sehingga menghasilkan kontraksi tetanik pada
otot-otot yang terangsang. Meskipun untuk saat ini adalah kontraksi otot
arus faradic melonjak untuk menghasilkan kontraksi alternatif dan relaksasi
namun berhubung tipe tatanik pada kontraksi yang menghasilkan 50 pulse hanya
dalam satu detik, tidak diperlukan pada wajah. Otot-otot wajah yang sangat
tipis dan halus dan tidak bisa mentolerir jenis arus ini yang dapat merusak dan
menghasilkan kontraktur sekunder. Jika kontraktur sekunder terjadi, semua
bentuk stimulasi listrik harus ditinggalkan sementara untuk menghindari
kerusakan lebih lanjut pada otot. Wajah harus segera direnggangkan dan dipijat
lembut.
2. Tahap Kedua yaitu
Selama Pemulihan:
a. Teknik PNF digunakan
untuk edukasi kembali pada otot-otot yamg mengalami parese atau paralisis:
Peregangan cepat (quick
stretch) dapat diterapkan untuk dapat membesarkan alis
mata dan gerakan sudut bibir.Para fisioterapis dapat
memberikan gerakan pasif dan kemudian meminta pasien untuk
menahan, dan kemudian mencoba untuk menggerakannya.Goresan dengan
es, menyikat, menekan atau membelai cepat dapat
diterapkan sepanjang otot-otot.misalnya otot zygomaticus
b. Latihan mandiri di rumah:
Ekspresi terkejut kemudian cemberut, menutup mata
erat-erat kemudian dibuka lebar-lebar, tersenyum, menyeringai, dan
berkata 'o', mengatakan; e, i, o, u, menyedot dan
meniup sedotan, meniup peluit, bersiul, dan bisa juga meniup lilin
F. Catatan
1. Wanita
hamil berpotensi 3x lebih mudah terkena bell’s palsy daripada wanita yang tidak
hamil
2. Penderita
diabetes, perokok dan pengguna obat-obatan sejenis steroid berpotensi 4x lebih
mudah terserang bell’s palsy.
Komentar
Posting Komentar